This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 31 Oktober 2016

sapta timira agam hindu


SAPTA TIMIRA
Sapta Timira adalah tujuh macam keadaan yang menyebabkan orang lupa daratan, lupa diri atau mabuk. Ketujuh macam musuh ini harus dikendalikan dan dimusnahkan dari dalam diri manusia. Ketujuh hal ini dalam masyarakat disebut peteng pitu atau tujuh kegelapan. Bagian-bagian dari Sapta Timira adalah sebagai berikut :
  1. Surupa
Bagian dari Sapta Timira yang pertama adalah Surupa. Surupa yang artinya adalah rupa atau wajah yang cantik dan tampan. Janganlah merasa sombong apabila merasa memiliki rupa yang tampan dan cantik. Karena ketampanan dan kecantikan itu adalah anugerah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Anugerah tersebut patut kita syukuri. Namun kecantikan dan ketampanan itu tidaklah kekal sifatnya.
Dengan wajah yang cantik dan tampan seseorang akan mendapatkan simpati dari teman-temanya. Apalagi wajah yang tampan dan cantik itu disertai dengan perilaku dan budhi pekerti yang baik. Akan tetapi jika ketampanan atau kecantikan itu disertai dengan tingkah laku yang tidak benar, sombong atau angkuh maka akan mengakibatkan penderitaan. Penderitaan yang diakibatkan bukan hanya pada orang lain, tetapi juga pada dirinya sensiri.
Maka dari itu manfaatkanlah ketampanan atau kecantikan itu dengan wajar dan disertai dengan prilaku yang baik, sehingga nantinya tidak mencelakakan orang lain maupun dirinya sendiri. Contoh seseorang yang mabuk Surupa adalah seorang gadis yang pada awalnya memiliki wajah yang cantik dan etika yang baik, yang sekaligus menjadi bendahara kelas di salah satu sekolah. Karena terpengaruh dengan salah satu produk kosmestik yang menjanjikan kulit putih seketika dan akhirnya mengunakan alat kosmetik tersebut yang tidak sesuai dengan jenis kulitnya. Setelah menggunakan alat kosmetik tersebut kemudian wajahnya pun menjadi rusak.
Karena gadis ini dimabukkan oleh kecantikan dan gadis ini tidak memiliki uang untuk mengembalikan wajahnya seperti semula, gadis ini pun melakukan tindakan penyelewengan dana di sekolahnya, yaitu melakukan tindakan korupsi uang kas.
  1. Dhana
Dhana artinya harta benda. Siapapun orang itu pasti bila memiliki kekayaan dan siapapun juga ingin mendapatkan kekayaan. Kekayaan akan dapat membawa diri seseorang kemanapun yang ia suka. Oleh karena itu semua orang bekerja keras siang dan malam berlomba-lomba untuk memperoleh kekayaan. Untuk apa kekayaan itu, jawablah dengan hati yang suci sesuai dengan ajaran Dharma. Kekayaan itu sifatnya tidak kekal dan tidak abadi. Janganlah sombong dan kikir apabila kita menjadi orang yang kaya.
Di dalam ajaran Agama Hindu, kita diajarkan untuk beramal atau berdana punia. Menolong orang yang hidupnya melarat dan membantu tempat suci (pura) adalah perbuatan yang mulia. Orang yang selalu beramal dan berdania punia hidupnya akan bahagia dan amalnya itu bekal untuk mencapai Sorga atau Moksa. Kekayaan kadangkala membuat orang menjadi gelap pikiran atau mabuk kekayaan. Apabila orang mabuk kekayaan sudah tentu hidupnya menderita. Sebab dengan memiliki kekayaan hidup seseorang menjadi resah, gelisah dan takut jika harta kekayaannya akan dicuri oleh orang lain.
Apabila setiap hari orang tersebut merasa resah dan gelisah maka kesehatan tubuhnya pun pasti akan terganggu. Bila kesehatan tubuhnya sudah terganggu maka pada akhirnya dia akan jatuh sakit. Maka daripada itu kita tidak boleh angkuh dan sombong baru memiliki kekayaan yang berlimpah ruah. Hendaknya kekayaan itu kita pergunakan sesuai dengan petunjuk agama dan ajaran Agama Hindu. Contoh mabuk Dhana adalah orang yang menggunakan kekayaannya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Selalu hanya memuaskan nafsu sendiri dengan meminum-minuman keras, berjudi dan berpesta-pesta yang mengarah hidup berfoya-foya tanpa mempunyai tujuan yang jelas dan benar.
Tidak pernah bersedekah, tidak mau menolong orang-orang yang ditimpa kesusahan atau melarat dan tidak pernah beryadnya atau melakukan upacara yadnya. Itulah sikap dan prilaku orang yang mabuk kekayaan. Ia hanya ingin menimbun kekayaan sebanyak-banyaknya hanya untuk dirinya sendiri. Sedangkan jika kemabukan akibat kekayaan dikaitkan dengan tindakan korupsi contohnya adalah seorang pejabat tinggi yang tidak pernah memiliki rasa puas dengan apa yang telah diperoleh (tidak pernah bersyukur). Sehingga menyebabkan pejabat tersebut gelap mata karena kamanya terlalu tinggi untuk mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya, dan pada akhirnya menggunakan hak yang bukan miliknya, melakukan tindakan penyelewengan dana untuk memenuhi keinginannya yang dimabukkan oleh dhana (kekayaan).
  1. Guna atau Kepradnyanan
Guna yang artinya kepandaian. Kita sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi dan mulia, berada dialam semesta ini. Hidup sebagai manusia, penuh dengan pantangan dan tantangan. Untuk mengatasinya tentulah sangat memerlukan kepandaian. Dengan kepandaian hidup akan terasa lebih mudah untuk melaksanakan sesuatu kegiatan.
Agama kita mengajarkan orang terus-menerus belajar dalam hidup agar menjadi pandai. Jika sudah pandai atau pintar, janganlah sombong dan gelap karena kepintaranmu. Orang yang pandai akan mampu membebaskan dirinya dari lembah kesengsaraan. Jika kepandaian itu ia gunakan dengan keangkuhan dan kesombongan, maka kepandaian itu dapat menghancurkan dirinya sendiri. Seperti apa yang telah dikatakan oleh Einstein bahwa “Ilmu tanpa Agama Hancur, dan Agama tanpa Ilmu Buta”. Jadi ilmu yang kita miliki hendaknya diimbangi dengan iman dan taqwa.
Contoh mabuk Guna adalah Made Dursana setelah lulus dari SMA kemudian melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas yang ternama yang kemudian menjadi seorang Sarjana. Dan suatu ketika Made Dursana dipilih menjadi seorang Kepala Desa karena ia dipandang memiliki intelektual atau pengetahuan yang lebih tinggi oleh warga di Desanya. Karena Made Dursana merasa dirinya pandai, dan wargannya tidak memiliki kecerdasan, ia pun memperdaya warga di Desanya untuk mengeluarkan dana untuk membangun jembatan melampaui rata-rata atas dana yang seharusnya diperlukan. Pada suatu hari ada salah satu warga yang mengetahui perbuatannya tersebut, kemudian Made Dursana dilaporkan kepada pihak yang berwajib dan diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya menjadi Kepala Desa.
Inilah salah satu contoh akibat dari mabuk Guna yang mengakibatkan kesengsaraan dalam hidup. Maka dari pada itu gunakanlah kepandaian itu berdasarkan jalan dharma. Karena dengan kepandaian orang akan dapt membedakan perbuatan yang baik dan buruk, yang benar dengan yang salah.
Kepandaian pula akan bisa membantu kita untuk mencapai sumber kehidupan yang lebih baik. Dan kita sebagai umat yang percaya dengan keberadaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, harus tetap bersyukur atas semua rahmatNya. Tidak boleh sombong, angkuh atas Guna yang kita miliki. Dan sadar bahwa itu semua sifatnya tidak kekal, tidak abadi yang merupakan titipan dan anugrah yang harus kita jaga dan laksanakan dengan baik sesuai dengan perintahNya.
  1. Kulina atau Kebangsawanan
Kulina artinya keturunan atau kebangsawanan. Walaupun berasal dari keturunan atau keluarga bangsawan hendaknya jangan sombong. Dari keturunan orang dapat diketahui asal-usulnya. Orang yang berasal dari keturunan yang baik, terhormat dan berjasa akan disegani dan dihormati. Tetapi bila keturunan orang jahat dan hina, maka ia akan dijauhi dan dicela dalam pergaulan. Hendaknya selalu ramah tamah terhadap sesama manusia. Keturunan juga bisa menjadi kebanggaan seseorang. Namun kebanggaan yang berlebihan dapat menimbulkan keangkuhan.
Kesombongan akan keturunan sehingga akan merasa lebih tinggi dari orang lain. Orang yang mengagung-agungkan keturunan atau kebangsawanan sangatlah tidak baik, apabila menganggap orang lain lebih rendah. Agama mengajarkan agar setiap orang saling menghormati dan saling menghargai antar sesama makhluk ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sang Hyang Widhi Wasa menilai seseorang, bukan karena keturunan bangsawan, yang dinilai adalah Dharma bakti, hasil perbuatan dan Yajna.
Demikian pula kebangsawanan yang dinilai tinggi adalah derajat karena memiliki pengetahuan yang didapat dari sekolah. Orang yang mabuk karena keturunan atau kebangsawanannya akan sulit mendapatkan teman. Ia hanya mau berteman dengan orang tertentu saja. Lama-lama ia akan susah sendiri, karena ia mengucilkan diri dari teman-temannya. Sikap yang demikian tentunya tidak baik. Dan orang yang mabuk karena keturunan atau kebangsawanannya akan sukar mendapatkan suatu kebahagiaan. Contoh dari seseorang yang Mabuk Kulina adalah di suatu kelas ada seorang anak yang bernama Rita yang merupakan keturunan bangsawan dan kebetulan juga ia merupakan anak dari seorang pejabat tinggi.
Rita sangat bangga dan bahagia dengan posisinya. Oleh karena itu Rita menjadi sombong dan angkuh, dalam pergaulannya ia sangat memilih teman. Dalam pergaulannya ia selalu mengagung-agungkan dirinya yang mengatakan dirinya keturunan bangsawan dan mempunyai orang tua sebagai pejabat tinggi. Rita juga menganggap tman-teman dalam pergaulannya paling rendah dan tidak mampu. Sikap Rita yang demikian jelas salah dan bertentangan dengan ajaran agama. Sikap demikianlah disebut dengan sikap yang paling mabuk dengan keturunan. Teman-temannya semakin lama semakin menjauihi Rita. Rita tidak mempunyai teman lagi untuk diajak bermain dan belajar. Suatu hari ada ulangan Agama Hindu, Rita sendiri nilainya yang pali kurang. Karena Rita sudah tidak pernah belajar kelompok lagi dengan teman-temannya. Dan pada akhirnya Rita pun menderita dan sengsara dengan sendirinya.
  1. Kayowanan atau Yowana
Kayowanan berasal dari kata Yowana yang artinya keremajaan. Kayowanan atau yowana adalah sifat sombong karena merasa diri muda dan kuat. Sifat sombong dalam diri harus dihilangkan. Dalam kitab suci disebutkan “Haywa mawero dening kayowanan” yang artinya “janganlah mabuk karena merasa diri kuat”,sebab massa muda buka untuk menjahili anak keil. Pergunakanlah keremajaan itu dengan bekerja dan belajar yang baik sehingga dapat meningkatkan taraf hidup yang baik di masa yang akan datang.
Orang tua sering menyebut masa remaja adalah masa yang penuh semangat, penuh kegairahan, penuh kegembiraan, serta penuh belajar. Karena pada usia yang masih remaja otaknya akan lebih mampu menagkap pelajaran. Ibaratkan ilalang yang masih muda masih tajam, demikian pula otak itu selagi remaja. Masa muda penuh dengan cita-cita dan angan-angan. Sehingga masa usia remaja orang-orang biasanya tidak mempunyai ketetapan hati, pendiriannya gampang berubah. Gampang dipengaruhi oleh teman-temannya. Apabila bergaul dengan teman-temannya yang baik, maka ia akan menjadi baik, demikian sebaliknya apabila bergaul dengan teman-temannya yang kurang baik maka sifat dan pribadinya pun menjadi buruk.
Pada masa remaja orang sering bertindak ngawur. Hanya ingin menarik perhatian orang dan memperoleh suatu penghargaan. Pada masa remaja atau muda orang akan merasa dirinya kuat. Sehingga pada masa ini orang senang memamerkan kekuatan dirinya. Masa muda hendaknya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang berguna dan tidak merugikan. Seperti halnya belajr dengan sungguh-sungguh, bekerja keras, menemukan seseatuyang berguna dan pengetahuan rohani. Massa muda hanya sebentar kita dapat menikmati dan akn disusul oleh masa tua dan tenaga akan makin melemah.
Maka dari pada itu jangan sombong dan angkuh akan keremajaan. Sebab keangkuhan akan mendorong orang untuk berbuat salah. Menyombongkan masa muda tentu tidak baik, itu disebut mabuk karena keremajaan dan akan menyebabkan kehancuran. Contoh dari mabuk Kayowanan atau mabuk Yowana adalah Cakra merupakan seorang anak yang mempunyai tubuh sangat besar dan paling besar diantara teman-temannya. Cakra, anak yang bandel dan selalu membuat gara-gara dengan teman-temannya. Karena ia merasa dirinya paling besar dan sudah remaja maka ia hanya membanggakan dengan kekuatannya saja.
Pada suatu hari ia dipanggil oleh Guru kelasnya karena mencuri uang dan mencelakai salah seorang temannya. Waktu Cakra bersanding dengan Guru kelasnya badanya hampir sama besar dengan gurunya. Itulah sebabnya ia terlalu berani dan tidak takut kepada guru-gurunya apalagi dengan teman-temannya. Ia merasa sombong dan angkuh terhadap kekuatan dan keremajaannya. Kekuatan dan masa mudanya ia pergunakan dengan tidak benardan selalu menyimpang dengan ajaran agama.
Bergaul dimasyarakat ia sering membuat kegaduhan dan kekacauan seperti mencuri dan menggunakan sesuatu yang bukan hak miliknya. Sehingga masyarakat sering melapor kerumahnya maupun ke sekolah akibat dari tingkah lakunya. Akibat perbuatannya yang demikian ia pun sering ditangkap polisi dan sering pula tidak naik kelas. Demikianlah akibatnya orang yang suka mabuk kayowanan yang sudah tentu merugikan dirinya sendiri dan juga menyusahkan orang lain.
  1. Sura
Sura artinya minuman keras atau kegelapan, karena mabuk yang disebabkan minum-minuman keras. Minum sampai mabuk tidak dibenarkan oleh ajaran agama Hindu. Sebab hal ini akan mengakibatkan keluarnya kata-kata keji, kasar yaitu kata-kata yang tidak boleh diucapkan. Mabuk karena minuman keras juga akan menyebabkan jadi lupa diri. Pikirannya menjadi gelap sehingga tidak bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Kata-katanya tidak karuan dan kasar.
Segala rahasia yang semestinya tidak dikatakan akan dikatakan. Lagi pula pikirannya tidak waras. Minuman yang dapat memabukan antara lain, tuak, arak, bir, wisky, dan lain sebagainya. Yang mengandung alkhol. Jika kesehatan seseorang yang sering meminum-minuman keras akan merusak saraf dan pencernaan. Apabila kesehatan sudah merosot maka hidup akan selalu sakit-sakitan dan kesengsaraan pun sudah ada didepan mata. Oleh karena itu hindarilah minum-minuman keras dan obat-obat terlarang.
Contoh dari mabuk Sura adalah Andi yang merupakan putra seorang pengusaha yang ternama, hartanya melimpah ruah sehingga dalam kehidupannya merasa senang dan bangga. Andi adalah putra tunggal dari seorang pengusaha yang kaya raya tersebut. karena seringnya terpenuhi keinginannya, maka ia menjadi manja. Dengan kemanjaanya tersebut maka pergaulannya pun bebas dan tidak sesuai dengan aturan agama yang berlaku. Pergaulannya selalu dengan oranmg-orang yang suka meminum-minuman keras, pengisap ganja, dan sebagainnya, ia selalu pulang larut malam.
Karena sudah ketergantungan dengan alat-alat terlarang tersebut, suatu ketika uang Andi pun habis, dan orang tuannya tidak pernah memberikan uang saku lagi, untuk memenuhi keinginanya tersebut ia mencuri sapi milik tetangganya, karena aksinya tidak berjalan lancar, akhirnya Andi pun dihakimi oleh warga setempat. Karena seringnya bergaul dengan orang suka meminum-minuman keras maka sekolahnya pun menjadi berantakan dan kacau balau. Ia sering tidak naik kelas. Begitulah akibatnya orang yang selalu mabuk Sura, yang sudah tentu mencelakakan diri sendiri dan membuat hidup menjadi sengsara.
  1. Kasuran
Kasuran artinya kemenangan, kejayaan, kesaktian. Angkuh karena keunggulan dan keberanian serta kemenangan merupakan kegelapan bagi diri seseorang. Gagah dan berani dalam medan laga karena kemampuan dan kesaktian. Namun bagaimana pun saktinya seseorang jika tanpa didasari atas keberanian yang berdasarkan ajaran Dharma, maka akan mengalami kekalahan melawan kenyataan hidup. Sesungguhnya hidup adalah suatu perjuangan, karena itu kita dituntut untuk menghadapinya.
Untuk menghadapi kenyataan hidup, diperlukan suatu keberanian. Seperti keberanian tanpa disertai keragu-raguan untuk menimba ilmu pengetahuan, keberanian untuk menghadapi liku-liku kehidupan. Lahir sebagai manusia tidak akan pernah lepas dari suka dan duka, lara dan pati. Kita harus berani dan berkemampuan untuk mengendalikan kesenangan dan sebaliknya tidak larut dalam kesedihan bila sedang mengalami suatu kesusahan.
Disamping itu hidup didunia ini tidak selalu mengalami perubahan dan perkembangan, dalam hal tersebut tidak selalu mengarah kehal yang positif. Jadi, dengan keberanian menghadapi kenyataan hidup, dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan terhindar dari sifat keragu-raguan. Dengan demikian keberanian perlu dipupuk tetapi jangan sampai keberanian yang dimiliki menjadikan kita gelap atau mabuk dan takabur, lebih-lebihnya terhadap kemenangan yang kita peroleh. Contoh dari Mabuk Kasuran adalah Durya adalah salah satu siswa SMA yang sangat berani. Keberaniannya tidak didasari atas ajaran agama. Keberaniannya karena senang dipuji dan disebutkan paling hebat. Ia mudah dipengaruhi oleh teman-temannya yang nakal.
Pada suatu hari Durya dipanggil dan diajak untuk mengeroyok temannya yang bernama Susila. Susila ini anaknya pandai dan pendiam. Ia juga mempunyai tingkah laku yang baik. Setiap perbuatannya ia pikirkan terlebih dahulu akibatnya. Sehingga ia tidak ngawur melakukannya. Sedangkan Durya anaknya pemberani. Keberaniannya hanya atas pikiran yang ngawur dan merasa diri paling hebat. Sehingga ia mudah dipengaruhi oleh teman-temannya. Durya diadu oleh teman-temannya untuk memukul Susila. Semua teman-temnya pun bersorak-sorak, sehingga Durya bertambah semangat memukul Susila. Akhirnya Susila jatuh tergeletak ditanah.
Waktu itu kebetulan Polisi patrol datang menghampiri tempat kejadian. Dilihatnya Durya sedang memukul-mukul Susila sampai tergeletak di tanah, akhirnya Durya ditangkap dan dibawa kekantor Polisi. Demikianlah akibatnya perbuatan yang tak terpuji yang tidak didasari atas ajaran agama yang disebut mabuk Kasuran, sudah tentu merugikan diri sendiri.

bhuana agung dan bhuana alit

BHUANA AGUNG DAN BHUANA ALIT


Bhuana Agung


Pengertian Bhuana Agung
Kata bhuana agung adalah istilah yang dipergunakan dalam agama hindhu untuk menyebutkan alam semesta atau alam raya. Bhuana agung juga disebut dengan istilah Makrokosmos,jagat raya, alam besar, dan Brahmanda. Semua gugusan: matahari, planet, bintang, bumi, bulan dan yang menjadi isi alam semesta ini disebut Bhuana Agung. Kitab Brhad aranyaka upanisad, menjelaskan bahwa bhuana agung diciptakan oleh Tuhan. Ida Sang Hyang widhi Wasa yang abstrak/ niskala dilukiskan dalam wujud personifikasi sebagai alam semesta ini.

ASAL MULA ALAM SEMESTA DAN UNSUR- UNSURNYA
Alam semesta juga disebut alam besar, alam raya, jagat raya Makrokosmos “ Bhuana Agung”. Kapan sesungguhnya semua itu tercipta, secara pasti tentu sangat sulit untuk mengetahuinya, lebih lebih bila dihubungkan dengan keberadaan umur manusia yang sangat terbatas adanya. Namun demikian, para ahli mencoba untuk menafsirkan keadaanya.
Alam semesta atu Bhuana Agung ini dahulu kala pernah tidak ada, lalu ada, kemudian tidak ada lagi dan demikian seterusnya berulang ulang kali. Pada saat alam semesta ini meng “ada” disebut masa “Srsti” atau “Brahmadiwa” (siang hari Brahma) dan ketika alam semesta ini meniada disebut “pralaya” atau “Brahma Nakta”( malam hari Brahma). Jika masa Srsti atau Brahmadiwa digabungkan dengan masa pralaya atau Brahma Nakta maka disebut satu harii Brahma atau satu “Kalpa”. Peristiwa mengadanya alam semsta ini berlangsung secara berjenjang, dari jenjang yang teramat gaib (niskala) atau halus sampai pada jenjang yang tampak berwujud (sekala) atau sangat kasar.
Pada mulanya tiada apa apa, yang ada hanyalah Tuhan yang disebut Paramasiwa atau nirguna Brahma yang berwujud sunyi sepi, kosong dan hampa. Kemudian tuhan Paramasiwa atau nirguna brahma menjadikan dirinya sadasiwa atau saguna brahma. Dalam keadaan demikian, tuhan telah menjadi atau berwujud Purusa atau Prakrti. Purusa adalah unsure dasar yang bersifat kejiwaan atau rohani, sedangkan Prakrti adalah unsure dasar yang bersifat kebendaan atau jasmani. Purusa dan Prakrti keduanya bersifat sangat halus, tidak dapat diamati dan tanpa permulaan.
Prakrti adalah asas kebendaan, memiliki Tri Guna: Satwam, Rajas, Tamas. Satwam adalah unsure Tri guna yang memiliki sifat dasar terang atau menerangi. Rajas adalah unsure Tri Guna yang memiliki sifat dasar aktif dan dinamis, sedangkan Tamas adalah unsure Tri Guna adalah unsure Tri guna yang memiliki sifat gelap atau berat. Sebagai akibat adanya kerjasama antara Purusa dan Prakrti tersebut menyebabkan kekuatan Tri guna menjadi tidak seimbang. Pada mulanya kekuatan Satwam lebih besar dari Rajas dan Tamas maka lahirlah yang disebut “ Mahat “. Yang berarti “Maha Agung”. Dari mahat ini muncullah Budhi. Budhi adalah asas atau benih kewajiban yang tertinggi, fungsinya adalah untuk menentukan keputusan. Budhi adalah bersifat Satwam sehingga keputusanya bersifat bijaksana. Selanjutnya dari budhi inilah lahir yang disebut dengan nama “ahamkara”, yaitu asas kedirian atau individualis. Kemudian dari ahamkara ini lahirlah yang disebut manas, yaitu akal atau pikiran yang berfungsi untuk berpikir. Bersumber dari manas selanjutnya lahirlah Panca tan matra. Panca tan matra adalah lima unsure zat yang bersifat sangat halus yang terdiri dari :
1. Sabda tan matra (sari suara)
2. Sparsa tan matra (sari rabaan)
3. Rupa tan matra (sari warna)
4. Rasa tan matra (sari rasa)
5. Gandha tan matra (sari bau)
Dalam perkembangan selanjutnya maka munculah Panca Maha bhuta. Panca Maha Bhuta adalah lima macam unsure zat alam yang bersifat kasar, terdiri dari :
Akasa (ether atau ruangan)
Wahyu (hawa atau udara)
Teja (api)
Apah (air)
Perthiwi (tanah)
Unsur-unsur Panca Maha Bhuta ini berevolusi serta menyempurnakan bentuknya maka terciptalah Brahmanda-brahmanda. Salah satunya adalah bumi kita ini. Bumi sebagai tempat mahluk hidup keberadaanya berlapis lapis. Lapisan menuju ruang jagat raya disebut Sapta Loka yang terdiri dari :
Bhur loka (alam manusia)
Bhuwah loka (alam pitra)
Swah loka (alam dewa)
Maha loka
Jana loka
Tapa loka
Satya loka
Tingkatan tingkatan lapisan tersebut terjadi sebagai akibat dari kuat atau lemahnya menuju panas inti bumi atau Kalagni Rudra disebut sapta patala, yang terdiri dari:
Patala (kulit bumi)
Watala
Nitala
Maha –tala
Sutala
Tala-tala
Rasa tala
Lebih dari sapta patala disebutkan masih terdapat 2 lapisan lagi yang disebut, Balaga darba Maha Naraka (ruang perantara di dalam bumi) dan kalagni rudra (ruang inti bumi) yang mempunyai suhu panas sangat hebat. Demikianlah sastra sastra agama menjelaskan tentang asal mula alam semesta beserta unsure unsurnya yang sangat halus bersumber dari Tuhan. Unsure tersebut dievokusi pada “Srsti” sehingga menjadi keras atau padat, dan nanti pada saat peleburan “Pralaya” dijadikan sangat halus oleh –Nya.


Bhuana Alit

A. Pengertian Bhuana Alit
Bhuana: alam, dunia atau jagat
Alit : kecil
Jadi, Bhuana Alit adalah alam kecil atau atau sering disebut dengan Mikrokosmos
B. Proses Penciptaan Bhuana Alit
Sari-sari Panca Maha Bhuta menjadi Sad Rasa ialah manis, pahit, asam, asin, pedas dan sepat. Unsur Sad Rasa bergabung dengan unsur Citta, Budhi, Manah, Ahangkara, Dasendria, Panca Tan Mantra, Panca Maha Bhuta membentuk dua unsur benih kehidupan. Kedua benih kehidupan itu disebut Sukla dan Swanita. Sukla artinya sperma dan Swanita artinya ovum.
Pertemuan antara Sukla dan Swanita itu sama halnya dengan pertemuan antara Purusa dan Prakerti, maka muncullah ciptaan makhluk hidup yang telah memiliki Atma sebagai bagian kecil dari Parama Atman. Unsur Citta, Budhi, Manah, Ahangkara, Dasendria membentuk indria manusia, Panca Tan Mantra dan Panca Maha Bhuta, membentuk tubuh manusia, Atma memberi jiwa pada makhluk. Maka terciptalah manusia yang lengkap memiliki jiwa, pikiran, perasaan, organ tubuh yang sempurna adanya. Manusia pertama adalah Manu atau Swayambhumanu.
C. Unsur-unsur Pembentuk Bhuana Alit
Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit diciptakan oleh pencipta tunggal yaitu Tuhan yang menciptakan purusa dan prakrti. Pada diri manusia unsur purusa itu menjadi Jiwatma (Suksma Sarira atau Lingga Sarira), sedangkan unsur prakerti menjadi badan kasar (Sthula Sarira).
Suksma Sarira terjadi pada Budhi, Manas dan Ahamkara yang disebut juga Tri Antah Karana yang artinya “tiga penyebab akhir”.
Masing – masing bagian dari Tri Antah Karana memiliki fungsi :
a. Budhi, fungsinya untuk menentukan keputusan.
b. Manas,fungsinya untuk berpikir.
c. Ahamkara, fungsinya untuk merasakan dan bertindak.
Tri Antah Karana merupakan alat batin manusia yang menentukan watak dan pikiran manusia. Pikiran inilah yang bersumber dari Dasa Indriya yang artinya sepuluh indriya. Dasa Indriya ini dikelompokkan menjadi 2 bagian antara lain:
a. Panca Budhindriya, yaitu 5 macam indriya yang berfungsi untuk mengetahui sesuatu. Terdiri dari :
1. Caksuindriya yaitu indriya pada mata yang berfungsi untuk melihat.
2. Srotendriya yaitu indriya pada telinga yang berfungsi untuk mendengar.
3. Ghranendriya yaitu indriya pada hidung yang berfungsi untuk mencium bau.
4. Jihwendriya yaitu indriya pada lidah yang berfungsi untuk mengecap rasa.
5. Twakindriya yaitu indriya pada kulit yang berfungsi untuk alat peraba.
b. Panca Karmendriya, yaitu 5 macam indriya yang berfungsi untuk melakukan sesuatu.
Terdiri dari :
1. Panindriya yaitu indriya pada tangan.
2. Padendriya yaitu indriya pada kaki.
3. Garbhendriya yaitu indriya pada perut.
4. Upasthendriya / Bhagendriya yaitu indriya pada kelamin laki – laki dan wanita.
5. Payuindriya yaitu indriya pada pelepasan anus.
Panca Budhindriya dan Panca Karmendriya tersebut terjadi karena Ahangkara yang mendapat pengaruh dari Guna Satwa.
Sthula Sarira terjadi akibat dari Panca Tanmatra yang berevolusi. Sedangkan, Panca Tanmatra terjadi sebagai akibat dari Ahangkara yang mendapat pengaruh dari Guna Tamas. Unsur – unsur dari Panca Tan Matra yaitu :
a. Sabda Tanmatra (bekas – bekas suara)
b. Sparsa Tanmatra (bekas – bekas rasa yang berasal dari sentuhan)
c. Rupa Tanmatra (bekas – bekas cahaya)
d. Rasa Tanmatra (bekas – bekas rasa yang pernah dikecap)
e. Gandha Tanmatra (bekas – bekas bau)
Unsur – unsur yang ada diatas tersebut selanjutnya mengalami evolusi yaitu:
a. Sabda Tanmatra dapat berubah menjadi akasa (ether). Dalam tubuh manusia berwujud segala rongga, misalnya rongga dada, mulut dan lainnya. Fungsi akasa ini yaitu untuk memunculkan perasaan marah, malu, kagum, dan nafsu birahi dalam diri manusia.
b. Sparsa Tanmatra dapat berubah bentuk menjadi bayu. Yang dalam tubuh manusia dapat berupa nafas atau udara. Fungsi bayu adalah sebagai tenaga penggerak manusia untuk melakukan kegiatan.
c. Rupa Tanmatra dapat berubah bentuk menjadi teja, yang berwujud zat atau sesuatu yang panas dalam tubuh manusia. Fungsi teja yaitu untuk memunculkan rasa mengantuk, rasa lapar, rasa marah, dan lainnya.
d. Rasa Tanmatra dapat berubah bentuk menjadi apah. Apah ini dalam tubuh manusia berwujud darah, lemak, empedu, dan segala yang bersifat cair.
e. Gandha Tanmatra dapat berubah menjadi perthiwi, yaitu zat padat yang ada dalam tubuh manusia yang meliputi tulang, urat, kulit, kuku dan lainnya.
 Unsur lain pembentuk Bhuwana Alit (manusia)
A. Terkait dengan keberadaan Sthula Sarira
antara lain :

1. Sad Kosa (6 lapis pembungkus badan kasar manusia)
Yang terdiri dari :
a. Asti/ tawulan yaitu tulang manusia
b. Odwad yaitu otot pada manusia
c. Mamsa yaitu daging
d. Rudhira yaitu darah dan
e. Carma yaitu kulit
2. Dasa Bayu (10 macam udara dalam badan manusia)
Yang terdiri dari :
a. Prana, adalah udara yang terdapat dalam paru – paru
b. Samana, adalah udara yang terdapat dalam organ pencernaan
c. Apana, adalah udara yang terdapat pada bagian belakang/pantat manusia
d. Udana, adalah udara yang terdapat pada kerongkongan
e. Byana, adalah udara yang menyebar ke seluruh tubuh
f. Naga, adalah udara yang terdapat pada perut disaat mengempis
g. Kumara, adalah udara yang keluar dari badan, tangan, dan jari – jari
h. Krakara, adalah udara yang keluar pada saat bersin
i. Dewadatta, adalah udara yang keluar saat kita menguap
j. Dananjaya, adalah udara yang member makan pada badan
B. Terkait dengan Suksma Sarira atau badan halus manusia
Yaitu 5 macam unsur pembungkus suksma sarira atau disebut dengan Panca Mayakosa yang terdiri dari :
a. Anamaya Kosa yaitu unsur pembungkus yang berasal dari sari makanan
b. Pranamaya Kosa yaitu unsur pembungkus yang berasal dari sari nafas
c. Wijnanamaya Kosa yaitu unsur pembungkus yang berasal dari sari pengetahuan
d. Manomaya Kosa yaitu unsur pembungkus yang berasal dari kebahagiaan.
C. Sloka-sloka Mengenai Penciptaan Bhuana Alit
 Kitab Manawa Dharma Sastra 1.9
“So’bhidhayaya carirat swatsisrksur wiwidhah prajah, apa ewasa sarja dan tasu bija mawa bijat”
Artinya: Ya Tuhan yang menciptakan dari dirinya sendiri semua makhluk hidup yang beraneka ragam, mula-mula dengan pikirannya, terciptalah air dan dan meletakkan benih-benih kehidupan pada air itu.
 Kitab Bhagawad Gita XIV.3
“Mama yonir mahad brahma, tasmin garbham dadhamy aham sambhavah’sarwabhutanam tato bhavati bharata”
Artinya: KandunganKu adalah Brahma Yang Esa di dalamnya Aku letakkan benih dan dari sanalah terlahir semua makhluk, wahai Bharata.

panca sradha agama hindu


Secara etimologi panca sradha berasal dari kata panca dan sradha. Panca berarti lima dan sradha berarti keyakinan. Jadi panca sradha adalah lima keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu.
1. Percaya terhadap adanya Brahman
2. Percaya terhadap adanya atman
3. Percaya terhadap adanya karmaphala
4. Percaya terhadap adanya punarbhawa
5. Percaya terhadap adanya moksa
Çraddhaya satyam apnoti, çradham satye prajapatih.
artinya : dengan sradha orang akan mencapai Tuhan, Beliau menetapkan, dengan sradha menuju satya. (Yajur Veda XIX.30)

1. Tuhan Yang Maha Esa / Sang Hyang Widi Wasa
siapa sih Tuhan itu? Tuhan adalah sumber dari segala yang ada dan akhir dari segala yang tercipta.
Ekam eva advityam Brahman yang berarti Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua.(CU IV.2.1)
eko narayana na dwityo’sti kascit yang berarti hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya.
Dengan melihat kedua sloka diatas dapat disimpilkan bahwa Tuhan itu esa/satu tidak ada duanya.
Kita mengenal adanya Tri Purusa yaitu :
Paramasiwa : Tuhan yang tidak bisa dipikirkan, tak terbayangkan, murni, nirguna Brahman, trasenden.
Sadasiwa : Tuhan yang imanen, saguna Brahman disinilah Tuhan memiliki sifat seperti Cadhu sakti,astaiswarya.
Siwatman : Tuhan yang ada didalam makluk hidup.
sifat Tuhan :
Cadhu sakti :
Wibhu sakti artinya Tuhan bersifat maha ada
Prabhu sakti artinya Tuhan bersifat maha kuasa
Jnana sakti artinya Tuhan bersifat maha tahu
Kriya sakti artinya Tuhan bersifat maha karya
Astaiswarya :
Anima berarti kecil sekecil-kecilnya, lebuh kecil dari atom
Laghima berarti ringan seringan ringannya, lebih ringan dari udara
Mahima berarti maha besar, memenuhi ruangan
Prapti berarti serba sukses, dapat mencapai segala sesuatu yang dikehendaki
Prakamya berarti segala keinginan dapat tercapai
Isittwa berarti maharaja atau raja diraja
Wasitwa berarti maha kuasa dan mengatasi segala-galanya
Yatrakamawasayitwa berarti segala kehendaknya tak ada dapat menentang

2. Atman
Atman adalah sinar suci / bagian terkecil dari Brahman ( Tuhan Yang Maha Esa ). Atman berasal dari kata AN yang berarti bernafas. Setiap yang bernafas mempunyai atman, sehingga mereka dapat hidup. Atman adalah hidupnya semua makluk ( manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya ). Kitab suci Bhagawad gita menyebutkan sebagai berikut :
aham atma gudakesa, sarwabhutasaya-sthitah, aham adis ca madhyam ca, bhutanam anta eva ca”
artinya :
O, Arjuna, aku adalah atma, menetap dalam hati semua makluk, aku adalah permulaan, pertengahan, dan akhir daripada semua makluk.( Bhagawadgita X.20 )
Sifat – sifat atman meliputi :
a) acchedya berarti tak terlukai senjata,
b) adahya berarti tak terbakar oleh api,
c) akledya berarti tak terkeringkan oleh angin,
d) acesya berarti tak terbasahkan oleh air,
e) nitya berarti abadi,
f) sarwagatah berarti ada di mana-mana,
g) sathanu berarti tidak berpindah – pindah,
h) acala berarti tidak bergerak,
i) awyakta berarti tidak dilahirkan,
j) achintya berarti tak terpikirkan,
k) awikara berarti tidak berubah,
l) sanatana berarti selalu sama.

3. Karmaphala
Secara etimologi karmaphala berasal dari kata karma yang berarti perbuatan dan phala yang berarti hasil. Jadi karmaphala berarti hasil dari perbuatan yang kita lakukan. Hindu mengenal adanya hukum karmaphala yaitu hukum sebab akibat, setiapperbuatan yang kita lakukan pasti akan mendapakan hasilnya.
Berdasarkan waktu diterimanya phala dari suatu karma dibedakan menjadi tiga.
a.Sancita Karma Phala: Perbuatan dimas lampau/kehidupan lalu pada kehidupan sekerang kita terima hasilmnya.
b.Prarabda: Pebuatan sekarang sekarang juga kita terima hasilnya
c.Kryamana: Perbuatan pada kehidupan sekarang belum habis diterima hasilnya maka akan kita terima dapa kehidupan yang akan datang.

4. Punarbhawa
Punarbhawa berasal dari kata punar yang berarti kembali dan bhawa yang berarti menjelma / lahir. Jadi punarbhawa adalah kelahiran kembali. Punarbhawa juga sering disebut dengan Reinkarnasi.
“bahuni me vyatitani janmani tava carjuna, tany aham veda sarvani na tvam vettha parantapa”.
arti : Banyak kelahiran-Ku dimasa lalu, demikian pula kelahiranmu,Arjuna;semuanya ini Aku mengetahuinya, tetapi engkau sendiri tidak, wahai Arjuna.( Bhagawadgita IV.5 )

5. Moksa
Moksa berasaldari akar kata “muc” yang berarti bebas. Bebas dari segala ikatan karma, ikatan duniawi( suka dan duka ) ikatan hidup, ikatan cinta kasih dll.
Tingkatan moksa :
1.SAMIPYA : Moksa dapat dicapai oleh para maha Rsi/yogi dengan kematangan tapa membuka intuisinya sehingga dapat menerima wahyu dan memahami hakekakat hidup sejati.
2.SARUPYA/ SADARMYA : Moksa yang dicapai oleh kesadaran sejati ketika atman dapat mengatasi segalanya . Hal ini dapat dicapai oleh Awatara. Beliau bisa mengatasi segalanya dan dapat menentukan sendiri kapan akan meninggalkian dunia ini.
3.SALOKYA : Adalah tingkatan Moksa yang dicapai oleh atman yang telah mampu mencapai tingkat Tuhan. Misalnya leluhur yang telah diaben.
4.SAYUJYA : Adalah tingkat kebebasan yang paling tinggi dimana atman telah bersatu dengan Brahman. Brahman Atman Aikyam. Brahman dan Atman tunggal.

lahirnya agama hindu dan kebudayaan hindu

perkembangan kebudayaan Hindu tidak dapat lepas dari peradaban Lembah Sungai Indus, di India. Pada tahun 1500 SM Agama dan Kebudayaan Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan Bangsa Arya ke kota Mohenjodaro dan Harappa melalui celah Kaiber. Kedatangan bangsa Arya ini mendesak Bangsa Dravida dan Bangsa Munda yang merupakan suku asli yang telah mendiami daerah tersebut.
Bangsa Arya mempunyai kepercayaan untuk memuja banyak Dewa (Polytheisme), dan kepercayaan Bangsa Arya tersebut berbaur dengan kepercayaan asli Bangsa Dravida. Istilah Hindu diperoleh dari nama daerah asal penyebaran Agama dan Kebudayaan Hindu Lembah Sungai Indus/Hindustan. Dalam perkembangannya, terjadinya perpaduan antara budaya Arya, budaya Dravida, dan budaya Munda yang kemudian disebut kebudayaan Hindu (Hinduisme).
Pada dasarnya yang dimangsut dengan Hinduisme adalah seluruh pandangan hidup, adat-istiadat, maupun keyakinan yang dianut oleh bangsa yang tinggal di anak benua India berdasarkan Veda. Dalam perkembangnnya para pemeluknya telah mengalami perubahan sebagai perpaduan antara Brahmanisme dan yang berdasarkan Veda dengan Budisme yang berdasarkan Jainisme.[1]


Masuknya Pengaruh Hinduisme Ke Indonesia
Hubungan dagang antara orang Indonesia dan India telah mengakibatkan masuknya pengaruh budaya India masuk ke Indonesia. Proses masuknya pengaruh masuknya agama dan kebudayaan Hindu (Hinduisme) ke Indonesia diperkirakan terjadi sejak abad pertama masehi. Terkait dengan siapa yang berperan aktif dalam penyebaran Kebudayaan dan Agama Hindu di Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, pada pokonya pendapat peneliti dapat dibagi menjadi dua, yaitu[2] :
1.    Bangsa India Bersifat Aktif
Dalam pandangan ini, Bangsa India memiliki peran yang begitu besar dalam menyebarkan Agama dan Kebudayaan Hindu di Indonesia. Dalam pengertian lain bahwa masyarakat Indonesia hanya sekedar menerima budaya dari India. Dengan demikian akan menimbulkan kesan bila telah terjadi penjajahan/kolonisasi yang dilakukan bangsa India baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun teori-teori yang mendukung pandangan ini, yaitu:
a)   Teori Ksatria
Teori Ksatria menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hinduisme ke Indonesia dibawa oleh kaum bangsawan/prajurit/ksatria. Ada beberapa tokoh yang mendukung teori ini, seperti:
1)   J.L. Moens menjelaskan bahwa yang membawa Agama dan Kebudayaan Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau bangsawan. Karena pada abad ke 4-5 Masehi di India terjadi kekacauan politik/ peperangan, maka bansawan yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia serta mereka nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.
2)   C.C. Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria turut menyebarkan kebudayaan Hindu di Indonesia. Para ksatria India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi Hindu dalam kerajaan di Indonesia.
3)   F.D.K Bosh berpendapat bahwa telah terjadi kolonisasi oleh orang-orang India. Koloni orang-orang India ini menjadi pusat penyebaran budaya India. Dalam proses masuknya budaya India dipegang oleh golongan prajurit, yaitu kasta ksatria.[3]
4)   Mookerji mengatakan bahwa golongan ksatria dari Indialah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
Namun, dari penjelasan teori kstria masih ada beberapa kelemahan, diantaranya:
1)   Kalangan ksatria tidak mengerti agama dan hanya mengurusi pemerintahan. Karena dalam struktur masyarakat Hindu kaum brahmanalah yang menguasai masalah keagamaan.
2)   Adanya ketidakmungkinan seorang pelarian mendapat kepercayaan dan kedudukan mulia sebagai raja. Tidak mungkin pelarian ksatria dari India bisa mendapatkan kedudukan mulia sebagai raja di wilayah lain, sedangkan di Indonesia masa itu, seseorang dapat menjadi pemimpin suatu wilayah karena dia dirasa mempunyai kemampuan lebih daripada yang lainnya. Tidak mungkin rakyat menginginkan orang yang telah mengalahkan rakyat di wilayah itu untuk menjadi raja mereka karena mereka pasti harus hidup dalam tekanan dari orang yang tidak mereka kenal.
3)   Tidak adanya bukti kolonialisasi di Indonesia oleh kaum ksatria India. Padahal suatu penaklukkan pasti akan dicatat sebagai sebuah kemenangan. Memang pernah ada serbuan dari bangsa India yang terjadi 2 kali dalam waktu singkat oleh kerajaan Colamandala (raja Rajendra Coaldewa) atas kerajaan Sriwijaya yaitu pada tahun 1023 M dan 1030 M. Meskipun berhasil menawan raja Sriwijaya tetapi serangan tersebut berhasil dipatahkan/dikalahkan.
4)   Jika terjadi kolonisasi/penaklukkan pasti akan disertai dengan pemindahan segala aspek/unsur budaya masyarakat India secara murni di Indonesia seperti sistem kasta, tatakota, pergaulan, bahasa, dsb. Tetapi kehidupan masyarakat di Indonesia tidak menunjukkan hal yang sama persis (tidak asli) dengan kehidupan masyarakat India dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi penguasaan secara mendasar pada segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Budaya Indonesia memiliki peran yang besar dalam proses pembentukan budaya India-Indonesia sehingga yang tampak adalah bentuk akulturasi budayanya.[4]
b)   Teori Waisya
Teori ini menyatakan bahwa masuknya pengaruh Agama dan Kebudayaan Hindu (Hinduisme) di Indonsia dibawa oleh para pedagang India. Dr. N.J. Krom mengemukakan ada 2 kemungkinan Agama dan Kebudayaan  Hindu disebarkan oleh para pedagang, yaitu:
1)   Para pedagang dari India melakukan perdagangan dan akhirnya sampai ke Indonesia memang hanya untuk berdagang. Melalui interaksi perdagangan itulah agama dan kebudayaan Hindu disebarkan pada rakyat Indonesia.
2)   Para pedagang dari India yang singgah di Indonesia kemudian mendirikan pemukiman sembari menunggu angin musim yang baik untuk membawa mereka kembali ke India. Merekapun akan berinteraksi dengan penduduk sekitar dan menyebarkan agama pada penduduk lokal Indonesia. Selanjutnya jika ada yang tertarik dengan penduduk setempat dan memutuskan untuk menikah serta berketurunan maka melalui keturunan inilah agama Hindu disebarkan ke masyarakat sekitar.[5]
Dari penjelasan Dr. N.J. Krom diatas, ternyata ada beberapa kelemahan dari Teori Waisya, diantaranya:
1)   Kaum Waisya tidak mempunyai tugas untuk menyebarkan agama Hindu sebab yang bertugas menyebarkan agama Hindu adalah Brahmana. Lagi pula para pedagang tidak menguasai secara mendalam ajaran agama Hindu dikarenakan mereka tidak memahami bahasa Sansekerta sebagai pedoman untuk membaca kitab suci Veda.
2)   Motif mereka datang sekedar untuk berdagang bukan untuk menyebarkan agama Hindu sehingga hubungan yang terbentuk antara penduduk setempat bahkan pada raja dengan para saudagar (pedagang India) hanya seputar perdagangan dan tidak akan membawa perubahan besar terhadap penyebaran agama Hindu.
3)   Mereka lebih banyak menetap di daerah pantai untuk memudahkan kegiatan perdagangannya. Mereka datang ke Indonesia untuk berdagang dan jika mereka singgah mungkin hanya sekedar mencari perbekalan untuk perjalanan mereka selanjutnya atau untuk menunggu angin yang baik yang akan membawa mereka melanjutkan perjalanan. Sementara itu kerajaan Hindu di Indonesia lebih banyak terletak di daerah pedalaman seperti Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Sehingga, penyebarluasan agama Hindu tidak mungkin dilakukan oleh kaum Waisya yang menjadi pedagang.
4)   Meskipun ada perkampungan para pedagang India di Indonesia tetapi kedudukan mereka tidak berbeda dengan rakyat biasa di tempat itu, mereka yang tinggal menetap sebagaian besar hanyalah pedagang-pedagang keliling sehingga kehidupan ekonomi mereka tidak jauh berbeda dengan penduduk setempat. Sehingga pengaruh budaya yang mereka bawa tidaklah membawa perubahan besar dalam tatanegara dan kehidupan keagamaan masyarakat setempat.
5)   Tulisan dalam prasasti dan bangunan keagamaan Hindu yang ditemukan di Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yang hanya digunakan oleh Kaum Brahmana dalam kitab-kitab Weda dan upacara keagamaan.[6]
c)    Teori Brahmana
Teori ini menyatakan bahwa yang membawa masuk dan menyebarkan Agama serta Kebudayaan Hindu di Indonesia adalah kaum Brahmana dari India.
Menurut J.C. Van Leur beberapa alasan mengapa Agama dan Kebudayaan Hindu disebarkan oleh brahmana:
1)   Agama Hindu adalah milik kaum Brahmana sehingga merekalah yang paling tahu dan paham mengenai ajaran agama Hindu. Urusan keagamaan merupakan monopoli kaum Brahmana bahkan kekuasaan terbesar dipegang oleh kaum Brahmana sehingga hanya golongan Brahmana yang berhak dan mampu menyiarkan agama Hindu.
2)   Prasasti Indonesia yang pertama menggunakan berbahasa Sansekerta, sedangkan di India sendiri bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan Hindu. Bahasa Sansekerta adalah bahasa kelas tinggi sehingga tidak semua orang dapat membaca dan menulis bahasa Sansekerta. Di India hanya kasta Brahmana yang menguasai bahasa Sansekerta sehingga hanya kaum Brahmana-lah yang dapat dan boleh membaca kitab suci Weda.
3)   Karena kepala suku yang ada di Indonesia kedudukannya ingin diakui dan kuat seperti raja-raja di India maka mereka dengan sengaja mendatangkan kaum Brahmana dari India untuk mengadakan upacara penobatan dan mensyahkan kedudukan kepala suku di Indonesia menjadi raja. Dan mulailah dikenal istilah kerajaan. Karena upacara penobatan tersebut secara Hindu maka secara otomatis rajanya juga dinyatakan beragama Hindu, jika raja beragama Hindu maka rakyatnyapun akan mengikuti rajanya beragama Hindu.
4)   Ketika menobatkan raja kaum Brahmana pasti membawa kitab Weda ke Indonesia. Sebelum kembali ke India tak jarang para Brahmana tersebut akan meniggalkan Kitab Weda-nya sebagai hadiah bagi sang raja. Kitab tersebut selanjutnya akan dipelajari oleh sang raja dan digunakan untuk menyebarkan agama Hindu di Indonesia.
5)   Para brahmana sengaja didatangkan ke Indonesia karena raja yang telah mengenal Brahmana secara khusus meminta Brahmana untuk mengajar di lingkungan istananya. Dari hal inilah maka agama dan budaya India dapat berkembang di Indonesia. Sejak itu mulailah secara khusus kepala suku-kepala suku yang lain yang tertarik terhadap budaya dan ajaran Hindu mengundang kaum Brahmana untuk datang dan mengajarkan agama dan budaya India kepada masyarakat Indonesia.
6)   Teori ini didukung dengan adanya bukti bahwa terdapat koloni India di Malaysia dan pantai Timur Sumatera (populer dengan nama Kampung Keling) yang banyak ditempati oleh orang Keling dari India Selatan yang memerlukan kaum Brahmana untuk upacara agama (perkawinan dan kematian).
Namun pendapat J.C. Van Leur terkait teori brahmana masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:
1)   Menurut ajaran Hindu kuno seorang Brahmana dilarang untuk menyeberangi lautan apalagi meninggalkan tanah airnya. Jika ia melakukan hal tersebut maka ia akan kehilangan hak akan kastanya. Sehingga mendatangkan para Brahmana ke Indonesia bukan merupakan hal yang wajar.
d)   Teori Sudra
Teori ini menyatakan bahwa masuk dan berkembangnya kebudayaan serta agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta Sudra. Van Feber memperkuat teori Sudra yang didasarkan pada:
1)   Orang India berkasta Sudra (pekerja kasar) menginginkan kehidupan yang lebih baik daripada mereka tinggal menetap di India sebagai pekerja kasar bahkan tak jarang mereka dijadikan sebagai budak para majikan sehingga mereka pergi ke daerah lain bahkan ada yang sampai ke Indonesia.
2)   Orang berkasta sudra yang berada pada kasta terendah di India tidak jarang dianggap sebagai orang buangan sehingga mereka meninggalkan daerahnya pergi ke daerah lain bahkan keluar dari India hingga ada yang sampai ke Indonesia agar mereka mendapat kedudukan yang lebih baik dan lebih dihargai.[7]
Namun, dalam teori sudra ini masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:
1)   Golongan Sudra tidak menguasai seluk beluk ajaran agama Hindu sebab mereka tidak menguasai bahasa Sansekerta yang digunakan dalam Kitab Suci Weda (terdapat aturan dan ajaran agama Hindu). Terlebih tidak sembarang orang dapat menyentuhnya, membaca dan mengetahui isinya.
2)   Tujuan utama golongan Sudra meninggalkan India adalah untuk mendapat penghidupan dan kedudukan yang lebih baik (memperbaiki keadaan/kondisi mereka). Sehingga jika mereka ke tempat lain pasti hanya untuk mewujudkan tujuan utama mereka bukan untuk menyebarkan agama Hindu.
3)   Dalam sistem kasta posisi kaum sudra ada pada kasta terendah sehingga tidak mungkin mereka mau menyebarkan agama Hindu yang merupakan milik kaum brahmana, kasta diatasnya. Jika mereka menyebarkan agama Hindu berarti akan lebih mengagungkan posisi kasta brahmana, kasta yang telah menempatkan mereka pada kasta terendah.
2.    Bangsa Indonesia Bersifat Aktif
Dalam pandangan ini, bangsa Indonesia memiliki peran yang begitu besar dalam menyebarkan Agama dan kebudayaan hindu di Indonesia. adapun teori yang mendukung pandangan ini yaitu:
a)   Teori Arus balik
Teori ini di kemukakan oleh F.D.K Bosch. Ia mengemukakan peranan bangsa Indonesia sendiri dalam penyebaran dan pengembangan  agama hindu.
Para ahli yang telah meneliti masyarakat Indonesia kuna berpendapat bahwa unsur budaya Indonesia lama masih nampak dominan sekali dalam semua lapisan masyarakat. salah satu hal yang mencolok dalam masyarakat Hindu adalah adanya kasta, penerapan sistem kasta di Indonesia tidak seperti di India.
Selanjutanya, dalam penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh kaum terdidik. Akibat interaksinya dengan para pedagang India, di Indonesia terbentuk masyarakat Hindu terdidik yang di kenal dengan sangha. Mereka giat mempelajari bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, dan budaya tulis. Mereka kemudian memperdalam agama dan kebudayaan Hindu di India. Sekembalinya ke Indonesia mereka mengembangkan agama dan kebudayaan tersebut. Hal ini bisa diliat dari peninggalan dan budaya yang memiliki corak keindonesiaan. SUKSMA....